KENDALIKAN NAFSU BIRAHI DENGAN KASIH ILAHI

KENDALIKAN NAFSU BIRAHI DENGAN KASIH ILAHI

1 Korintus 6:18-20

Ketika Adam dan Hawa diciptakan, mereka tidak hanya dijadikan menurut gambar dan rupa Allah tetapi juga sebagai makhluk sosial dan makhluk seksual. Dan dalam kehendak-Nya, Allah menetapkan bagi Adam dan Hawa serta seluruh keturunannya bahwa relasi seksual yang kudus dapat dinikmati dengan ucapan syukur hanya antara pria dan wanita yang dipersatukan Allah sebagai suami dan istri. Meski begitu, nyatanya setiap orang pernah punya pergumulan dengan hasrat seksualnya dan tidak sedikit pula yang jatuh dalam dosa seksual karena tidak dapat mengendalikan nafsu birahinya. Lalu apa yang sepatutnya diperbuat?  Dalam bacaan di Minggu Pra-Paskah ke-4 ini Paulus menasihati jemaat Korintus dan kita semua agar menjauhi percabulan. Mengapa harus dijauhi?

1. Menjauhi percabulan itu wajib agar tidak berdosa terhadap diri sendiri

Dalam nasihatnya, Paulus mendorong jemaat agar senantiasa menjauhkan diri dari percabulan. Mengapa harus senantiasa dijauhi? Karena menjauhi percabulan berarti menghindari dosa terhadap diri sendiri. Apa maksudnya? Lewat frasa “mengikat diri” dan “satu tubuh” (ay. 16), serta “satu roh” (ay. 17) Paulus menasihati jemaat bahwa karena mereka telah dipersatukan dengan Kristus menjadi anggota tubuh-Nya, maka tubuh ini haram untuk percabulan. Mengapa? Sebab percabulan mengkhianati kesatuan roh antara jemaat dengan Kristus (ay. 17), maka siapa yang melakukannya ia berdosa terhadap Allah, juga terhadap diri sendiri karena telah menyalahgunakan dan menajiskan tubuhnya yang untuknya Kristus mengasihi dan mengorbankan diri-Nya. Tubuh ini diciptakan bukan untuk percabulan tapi untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh. Jadi jauhi senantiasa percabulan karena kasih-Nya yang besar pada kita, sehingga kita tidak mencemarkan diri sebagai anggota tubuh Kristus.

2. Menjauhi percabulan itu wajib karena tubuh adalah bait Roh Kudus

Lebih jauh Paulus mengajak jemaat untuk memahami alasan mengapa percabulan harus senantiasa dijauhi. Enam kali frasa “Atau tidak tahukah kamu, …” disinggung oleh Paulus dalam pasal 6 ini untuk menyatakan bahwa seharusnya jemaat sudah tahu dan jika belum wajib cari tahu. Tahu tentang apa? Tahu bahwa tubuh mereka adalah bait Roh Kudus (1Kor. 3:16-17). Lalu jika sudah tahu, bagaimana seharusnya mereka bersikap? 

Karena jemaat telah mengalami kelahiran baru dan dipenuhi dengan Roh Kudus, maka hidupnya haruslah senantiasa sesuai dengan pimpinan Roh Kudus dengan segala karunia yang dianugerahkan dan menghasilkan buah Roh yang di antaranya adalah tentang penguasaan diri, termasuk terhadap percabulan. Sungguhkah kita telah memperlakukan tubuh ini sesuai dengan statusnya sebagai bait Roh Kudus?

3. Menjauhi percabulan itu wajib agar senantiasa dapat memuliakan Allah

Akhirnya, Paulus menunjukkan mengapa jemaat harus senantiasa menjauhi percabulan. Dari ayat 19b, 20 Paulus menegaskan bahwa: 

Pertama, dengan memakai gambaran tentang “budak,” Paulus mengingatkan siapa pun yang di luar Kristus dan merasa punya kebebasan dan hak untuk berbuat apa pun dengan tubuh mereka, sesungguhnya mereka tetap budak dari hawa nafsunya sendiri. Tetapi mereka yang ditebus dan menghambakan diri pada Kristus, mereka justru benar-benar merdeka dari perbudakan dosa (Yoh. 8:36) bahkan disebut sebagai saudara (Yoh. 15:14-15) dan anak-anak Allah (Yoh. 1:12).

Kedua, jemaat yang telah ditebus oleh darah Kristus dari perbudakan dosa dan menjadi bait Roh Kudus, mereka bukan lagi hamba dosa dan karenanya harus hidup memuliakan Tuhan dengan tubuh dan rohnya, yakni dengan 3M: Menjauhi percabulan, Mengejar hal-hal yang baik, dan Menjaga kemurnian hati (2Tim. 2:22), sehingga hidupnya boleh sungguh menjadi berkat bagi banyak orang.

Dibuat oleh: Pdt. Em. Widianto Jong