
1 Raja-raja 19:1-18
Bulan Agustus merupakan bulan budaya di lingkungan Sinode Gereja Kristus. Kita menghargai keragaman budaya kita sebagai bangsa Indonesia dan sekaligus kita juga diharapkan bijak dalam bagaimana kita dapat memilah memilih berbagai macam budaya dan kebiasaan baru yang muncul saat ini yang dapat mempengaruhi kehidupan iman, serta kesehatan mental kita. Untuk itulah hari ini mengangkat tema “Iman dan Kesehatan Mental” dengan membahas nas dari 1 Raja-raja 19:1-18 tentang Nabi Elia.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023), kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan di mana individu mampu mengatasi stres atau tekanan normal kehidupan, produktif secara sosial, dan dapat berkontribusi dalam masyarakat. Di zaman sekarang banyak orang kelelahan mental dengan ciri-ciri sebagai berikut: cemas, mudah lelah, putus asa, stres berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, mudah emosi, sensitif, mulai kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu walaupun itu hal yang disukai, dan juga terdorong melakukan hal-hal yang buruk. Hari ini kita tidak membicarakan kesehatan mental secara luas, namun kita dibatasi oleh nas yang membahas kasus nabi Elia.
Elia adalah seorang “nabi besar” yang tangguh. Dalam nas ini, Elia baru saja menang berperang melawan 450 nabi baal. Tetapi waktu Izebel mengancam mau membunuh Elia, ia menjadi sangat ketakutan. Dalam ketakutannya, Elia mengalami tekanan begitu rupa hingga membuat ia depresi. Elia duduk di bawah pohon arar dan memohon supaya ia mati. Melalui bagian ini kita dapat melihat bahwa sehebat-hebatnya seorang tokoh besar, seperti Elia sekalipun, tetap ada keterbatasan karena manusia terbatas dan rapuh. Bagi kita yang hidup di zaman sekarang, begitu banyak tekanan hidup yang dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi, antara lain: masalah keluarga, masalah ekonomi, keinginan yang tidak tercapai, kematian orang yang dikasihi, ketakutan, kelelahan seperti Elia dan lain sebagainya.
Di saat depresi itu, Elia merasa sendirian dan pergi menyendiri, sampai Tuhan bertanya kepadanya: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (ay. 9, 13). Elia menjawab: “Hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku” (ay. 10, 14). Dalam hal ini Elia merasa gagal dalam pelayanan, merasa sendirian, merasa paling menderita, mengasihani diri sendiri berlebihan. Namun Tuhan memberi respons, “Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal” (ay. 18). Tuhan menguatkan bahwa pelayanan Elia tidak gagal dan ia tidak sendirian.
Pada saat Elia mengalami depresi begitu rupa, apa yang Tuhan lakukan? Apakah Tuhan langsung menyuruh Elia berdoa dan membaca Firman? Ayat 5-7 memberikan jawaban kepada kita, “Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: ‘Bangunlah, makanlah!’ … ada roti bakar dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula. Tetapi malaikat TUHAN datang kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: ‘Bangunlah, makanlah!’” Melalui istirahat, tidur yang cukup, makanan dan minuman, fisik Elia dipulihkan. Melalui sapaan dan konseling pribadi dengan Tuhan, tujuan hidup dan panggilan Elia juga dipulihkan.
Setelah Elia mengalami pemulihan, ia mendapat tugas baru, yaitu memuridkan dan melakukan proses regenerasi kepada Elisa. Melalui peristiwa Elia ini kita belajar bahwa melalui depresi sekalipun, Tuhan sanggup mengubah keadaan menjadi berkat dan kehidupan baru. Puji Tuhan! Marilah kita merenungkan dan memeriksa kembali bagaimana kondisi iman dan kesehatan mental kita hari ini. Ambillah tindakan yang tepat bila perlu, berkonsultasi dengan profesional yang tepat, apakah itu hamba Tuhan, konselor, psikolog, dan psikiater yang dapat menolong dan membantu kita melewati masa-masa yang sulit. Tetapi di atas itu semua, marilah kita datang kepada Tuhan Yesus yang berjanji memberi kelegaan bagi umat-Nya. Ia berkata di Matius 11:28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Biarlah kelegaan yang sejati kita temukan di dalam Yesus yang telah mati dan bangkit bagi kita.
Dibuat oleh: Pdt. Setiawan Sutedjo