Yohanes 4:19-26
“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” (Yohanes 4:23)
Kehidupan Kristen sehari-hari sesungguhnya adalah liturgi ibadah kepada Allah. Seluruh aktivitas kita, entah bekerja, belajar, atau berbisnis, merupakan kesaksian hidup kepada dunia. Di sisi lain, kita juga menata kehidupan spiritual agar selaras dengan kehendak Allah. Setiap minggu kita datang beribadah, bernyanyi, dan berdoa. Namun, apakah semua itu berarti kita benar-benar menyembah Tuhan?
Menyembah Tuhan selalu berkaitan dengan pengenalan akan Allah dan penyerahan hidup secara total kepada-Nya. Dalam Yohanes 4, Yesus berbicara dengan perempuan Samaria di sumur Yakub, dan percakapan itu berujung pada topik penyembahan yang sejati. Yesus menegaskan bahwa penyembahan sejati bukan soal tempat, bentuk, atau tradisi, melainkan soal hati dan pengenalan akan kebenaran.
- Allah Mencari Para Penyembah yang Aktif (ay. 23)
Pengenalan kepada Allah seharusnya tidak membuat kita pasif. Memuliakan Allah adalah tindakan yang aktif dalam penyembahan. Yesus berkata, “Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Menariknya, ayat ini tidak berkata bahwa manusia mencari Allah, tetapi Allah yang mencari penyembah sejati. Allah tidak mencari suara paling merdu atau liturgi paling megah, tetapi hati yang tulus, yang datang kepada-Nya dengan kasih dan kerendahan hati. Penyembahan bukanlah hiburan rohani, melainkan perjumpaan pribadi dengan Allah, di mana kita mengenal dan memuliakan Dia melalui ibadah kita.
Seperti perempuan Samaria, awalnya ia datang ke sumur hanya untuk mengambil air, tetapi setelah berjumpa Yesus, ia mengenal siapa Allah yang sejati dan mulai menjadi penyembah yang aktif, hidupnya berubah dan ia bersaksi kepada orang lain.
Apakah kita datang ke gereja hanya untuk menikmati musik, atau sungguh-sungguh mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan? Sudahkah kita mengenal Allah dan berjumpa dengan-Nya secara pribadi melalui ibadah?
- Penyembahan yang Benar adalah “Dalam Roh” (ay. 24)
Penyembahan yang benar adalah ibadah pribadi yang tidak harus dilakukan dengan kemegahan atau hiruk pikuk. Penyembahan sejati lahir dari roh yang hancur dan remuk di hadapan Allah. Roh yang mencari Allah, menyatu dengan anugerah-Nya, dan sadar akan keberdosaan diri.
Yesus berkata bahwa penyembahan sejati harus dilakukan “dalam roh.” Artinya, bukan sekadar dengan tubuh atau suara, tetapi dengan seluruh hati, jiwa, dan roh kita. Makna “dalam roh” ialah penyembahan yang lahir dari hubungan pribadi dengan Tuhan yang hidup. Roh Kudus yang tinggal di dalam diri orang percaya menuntun kita untuk menyembah dengan benar (Rm. 8:15). Tanpa karya Roh Kudus, penyembahan hanyalah rutinitas kosong.
Penyembahan yang sejati mengalir dari hati yang dipenuhi kasih dan digerakkan oleh Roh Kudus.
Seperti telepon tanpa sinyal, penyembahan tanpa karya Roh Kudus tidak tersambung dengan Allah. Kita bisa bernyanyi keras, tetapi jika hati kita jauh dari Tuhan, penyembahan itu tidak berarti apa-apa. Demikian pula perempuan Samaria yang semula berfokus pada tempat ibadah — Gunung Gerizim atau Yerusalem — dia diajar Yesus bahwa yang terpenting adalah hati yang dipenuhi Roh, bukan sekadar ritual.
- Penyembahan yang Benar adalah “Dalam Kebenaran” (ay. 24)
Puncak dari suatu ibadah adalah pemberitaan Firman Tuhan. Firman harus menjadi dasar dalam penyembahan kepada Allah. Karena itu, penyembahan yang benar adalah “dalam kebenaran.” Kebenaran di sini menunjuk pada Firman Tuhan (Yoh. 17:17) dan pribadi Yesus yang adalah kebenaran itu sendiri (Yoh. 14:6). Makna “dalam kebenaran” ialah kita menyembah Allah sebagaimana Ia menyatakan diri-Nya untuk dikenal, bukan sesuai selera atau tradisi manusia.
Penyembahan sejati harus berakar pada pengertian yang benar tentang siapa Allah itu. Tidak cukup hanya bersemangat; kita juga harus berakar pada kebenaran firman. Penyembahan tanpa kebenaran berisiko menjadi fanatisme emosional, sedangkan kebenaran tanpa roh menjadi ritual kering.
Perempuan Samaria pun mengalami hal ini. Ia awalnya menyembah dengan pemahaman yang keliru, tetapi setelah Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Mesias, ia mengenal kebenaran yang sejati.
- Penyembahan yang Benar Mengubah Hidup si Penyembah (ay. 28-30, 39-42)
Setelah berjumpa dengan Yesus, perempuan Samaria meninggalkan tempayannya dan berlari bersaksi kepada orang-orang di kotanya. Artinya, penyembahan sejati selalu menghasilkan perubahan hidup. Ciri seorang penyembah sejati, yaitu hidupnya diubahkan, mulutnya bersaksi, dan sikapnya semakin menyerupai Kristus. Dengan kata lain, penyembahan sejati tidak berhenti di altar, tetapi dibawa keluar menjadi kesaksian hidup.
Allah mencari penyembah sejati. Ia tidak menuntut penyembahan yang sempurna, tetapi penyembahan yang tulus. Tuhan tidak mencari suara yang indah, tetapi hati yang hancur dan rendah di hadapan-Nya.
Hari ini, marilah kita datang kepada Tuhan bukan hanya untuk bernyanyi atau berdoa, tetapi untuk mempersembahkan hati dan seluruh hidup kita di hadapan-Nya. Sebab penyembahan sejati bukan hanya tentang apa yang keluar dari mulut, melainkan tentang apa yang mengalir dari hati yang mengenal Kristus dan diubahkan oleh-Nya.
Dibuat oleh: Pdt. Gustaf R. Rame