
Efesus 6:4
Ayah mendapat keistimewaan dalam rumah tangga, selain sebagai figur pemimpin juga sebagai pelindung dan pengayom bagi keluarga. Tema kita minggu ini adalah “Ayah sebagai Imam”, tema ini menempatkan fungsi ayah sebagai model spiritualitas keluarga. Istilah “imam” hanya dapat dipahami dalam konteks spiritual keagamaan, namun istilah “imam” juga telah lama dipahami dalam konteks pemimpin, pemimpin umat atau pemimpin komunitas agama dan dalam rumah tangga. Dalam Perjanjian Lama, imam juga sering bertindak sebagai pemimpin politik sekuler yang menentukan arah bernegara, tetapi juga sebagai figur pemimpin dalam keluarga dalam beribadah, di mana ayah adalah imam dalam artian mendidik dan membawa keluarga beribadah kepada Allah.
Dalam Perjanjian Lama, kita menemukan beberapa figur ayah yang berperan penting dalam rumah tangganya. Misalnya Nuh, Nuh adalah ayah yang dapat mempertahankan iman keluarganya di tengah dunia yang jahat. Ia dinyatakan sebagai pribadi yang saleh di masanya. Ia hidup benar di hadapan Tuhan dan manusia. Selain itu, Nuh adalah kepala keluarga yang dapat membangun iman keluarganya dengan benar untuk beribadah kepada Allah. Ada juga Abraham yang membawa seluruh keluarganya keluar dari penyembahan berhala kepada ibadah yang benar kepada Allah. Abraham berupaya mendidik keluarganya dalam kebenaran ia menuntun Ishak untuk menjadi anak yang taat kepada Allah.
Dalam Perjanjian Lama juga terlihat pengaruh buruk dari sang ayah, seperti yang terjadi dengan keluarga imam Eli. Murka Allah datang kepadanya dan kepada kedua anaknya karena tidak dapat menjadi ayah yang baik dan benar bagi anak-anaknya (1Sam. 2:12-36). Kejadian yang hampir sama juga terjadi dalam keluarga Daud. Dalam 2 Samuel 15-17 terjadi kudeta dalam kekuasaannya oleh Absalom, anaknya, mengakibatkan Daud melarikan diri dari rencana pembunuhan oleh anaknya sendiri.
Perjanjian Baru mencatat tentang bagaimana peran kepala keluarga dalam rumah tangga. Salah satunya adalah Yusuf. Dilatar belakangi dirinya sebagai seorang Yahudi, ia mendidik Yesus untuk mengenal budaya dan tradisi Yahudi. Di usia Yesus delapan hari setelah kelahiran-Nya (Luk. 2:21) dan usia dua belas tahun (Luk. 2:42), Yusuf membawa Yesus ke bait Allah untuk memenuhi hukum Taurat. Paulus juga memandang kepala keluarga sebagai sosok yang begitu amat penting dalam keluarga. Dalam suratnya di Efesus, ia menegaskan agar para ayah dapat mendidik anak-anaknya dengan benar dalam iman.
Figur seorang ayah bertanggung jawab penuh atas mutu iman keluarganya. Kepala keluarga adalah imam, sehingga bertumbuh tidaknya iman anggota keluarganya kepada Allah tergantung bagaimana mutu iman kepala keluarganya.
Alkitab secara eksplisit menyatakan akan pentingnya figur seorang ayah dalam rumah tangga. Hal ini dipengaruhi karena Allah telah menempatkan kepala keluarga sebagai imam dan pemimpin. Penetapan ini menuntut tanggung jawab yang mesti dipenuhi oleh kepala keluarga atas rumah tangganya. Salah satu wujud dari tanggung jawab ini adalah keberhasilan. Hal keberhasilan yang dimaksudkan di sini adalah kepala keluarga mampu membawa keluarganya mengalami hidup baru, dewasa secara rohani, dan hidup dalam kasih Kristus. Kepala keluarga mesti peka terhadap kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya. Tidak hanya pada dimensi kebutuhan jasmani, melainkan kebutuhan secara rohani, yaitu kebutuhan yang paling utama yang mesti dipenuhi oleh seorang ayah dalam keluarganya.
Inti tanggung jawab kepala keluarga adalah ia dapat menjadi imam yang benar bagi keluarganya. Seorang ayah dalam keluarga sejatinya mesti mampu membawa anggota keluarganya untuk hidup selaras dengan Kristus. Peran ayah sebagai imam dalam keluarga bertujuan supaya anggota keluarga tersebut dapat mengenal Allah secara pribadi. Usaha ini mesti dilakukan secara berkesinambungan. Pribadi seorang ayah yang peduli dengan kerohanian keluarganya dirindukan terjadi dalam setiap rumah tangga Kristen masa kini. Ini adalah tanggung jawab yang mesti dipenuhi oleh setiap imam keluarga terhadap anggota keluarganya. Tujuannya adalah agar keluarga tersebut dapat menjadi rumah tangga yang menyembah Allah dan takut akan Allah. Dalam hal ini seorang ayah diharapkan mampu mendidik keluarganya dalam konteks pendidikan informal (pendidikan keluarga). Usaha ini dilakukan supaya ada hubungan kasih sayang antara kepala keluarga dengan anggota keluarga untuk dapat berinteraksi satu sama lain. Untuk itu, seorang ayah memiliki kecakapan dalam mendidik anggota keluarganya dalam kebenaran. Artinya, ia harus terlebih dahulu hidup dalam kebenaran, setelah itu ia mengajarkan kebenaran itu kepada keluarganya. Hal ini dilakukan supaya ada kesinambungan antara didikan dan praktik. Narasi Amsal 1:8-9 mengatakan bahwa kepala keluarga bertanggung jawab memberikan pengajaran kepada keluarganya, khususnya kepada anak. Selain itu, seorang ayah juga bertanggung jawab untuk mendisiplinkan keluarganya (Ibr. 12:10). Dan seorang ayah pula diharapkan dapat memberikan pemberian yang terbaik bagi keluarganya (Mat. 7:9-11). Semua upaya ini mesti dilakukan dengan kasih seorang kepala keluarga kepada keluarganya.
Tuhan menetapkan seorang laki-laki menjadi kepala keluarga bertujuan kekal. Artinya bahwa Allah memakai kepala keluarga sebagai representasi-Nya. Pada hakikatnya peran sebagai ayah berasal dari pada-Nya (Ef. 3:14-15). Setiap kepala keluarga terpanggil untuk menjadi alat Tuhan untuk hadir secara fisik dalam mendidik umat-Nya dalam kebenaran melalui keluarga. Oleh sebab itu, tanggung jawab seorang ayah sebagai imam dalam keluarga mesti dipahami dan direnungkan dengan baik oleh setiap kepala keluarga.
Selamat menjadi ayah, Pemimpin dan Imam dalam keluarga.
Dibuat oleh: Pdt. Gustaf R. Rame