Amos 5:21-24
Di bulan November ini sinode Gereja Kristus menetapkan sebagai bulan puji-pujian.Dalam bulan ini, sebagai jemaat yang setia beribadah kepada TUHAN, hendaknya kita juga memiliki landasan yang benar dalam memuji dan beribadah kepada-Nya. Apakah ibadah dan puji-pujian yang sudah kita lakukan selama ini sudah benar dan berkenan kepada TUHAN? Apakah sudah sesuai dengan apa yang TUHAN inginkan?
Dalam Amos 5:21-24 kita melihat dengan jelas bahwa TUHAN tidak suka kepada ibadah dan pujian yang telah dilakukan oleh orang Israel. Menariknya, ditulis dengan jelas bahwa TUHAN berkata, “Aku membenci, Aku menghinakan, dan Aku tidak senang…” kepada apa yang telah dilakukan oleh bangsa Israel. Padahal bangsa Israel mempersembahkan korban dari ternak yang tambun. Nyanyian yang ramai memuji TUHAN dan mereka yakin itu sudah sesuai dengan apa yang TUHAN mau, sebab mereka berikan yang terbaik kepada-Nya. Namun TUHAN berkata di sana, “Aku tidak mau dengar.” Mengapa demikian?
Alasannya adalah jelas karena peribadahan dan puji-pujian yang dibawakan oleh bangsa Israel itu keliru! Tidak sesuai dengan maunya TUHAN. Mereka melakukan itu semua hanya menjadi sebuah pertunjukan agamawi yang ditampilkan saja. Namun, di dalam keseharian mereka dengan sengaja mengabaikan, bahkan merusak keadaan sosial. Bangsa Israel di zaman Nabi Amos (sekitar pertengahan abad 8 SM) mengalami hidup yang cukup maju. Mereka stabil secara politik, militer kuat, ekonomi berkembang pesat sehingga muncullah kesenjangan di dalam masyarakat, ada kelompok masyarakat elite dan kelompok masyarakat sulit. Mereka terus menjalankan ibadah kepada TUHAN, akan tetapi mereka menutup mata, mereka tidak peduli dengan kebobrokan moral dan kejahatan sosial, bahkan mereka dengan sengaja menindas masyarakat yang jelas-jelas miskin.
Selain itu, mereka juga melakukan ibadah dengan mencampur aduk dengan cara-cara penyembahan berhala. Mereka menyangka dengan melakukan peribadahan seperti itu mereka juga bisa “menyogok” TUHAN agar sesuai dengan keinginan mereka. Kelihatannya sedang menyembah TUHAN, padahal mereka sedang menyembah diri mereka sendiri (self-serving religion) dan memuaskan keinginan diri mereka sendiri.
Ibadah yang telah dikerjakan dengan rapi dan teratur akhirnya hanya menjadi pertunjukan ritual yang tidak bernilai di mata TUHAN, karena tidak menghasilkan dampak. Ibadah yang sejati dan berkenan pada Allah seharusnya membawa umat Tuhan mengalami perubahan hidup dan membuat diri mengakui bahwa TUHAN harus dihormati dan itu diwujudnyatakan dalam perilaku kepada kaum marjinal, namun itu tidak terjadi. Tidak heran, TUHAN murka dan berkata, “Aku membenci, Aku menghinakan, dan Aku tidak senang…” kepada apa yang bangsa Israel kerjakan dalam ibadah.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga selama ini beribadah sekadar datang ke gereja, hanya ingin menjalani checklist saja? Kita beribadah namun setelah selesai kita masih hidup dengan cara-cara dunia, yang mungkin suka merendahkan orang lain yang levelnya tidak sama dengan kita. Atau mungkin, kita masih dengan mudah memulai pertengkaran dengan sesama orang percaya dan merasa diri yang paling benar? Ataukah mungkin kita datang beribadah hanya karena kita ingin dilihat orang bahwa kita orang yang saleh, namun bukan karena sungguh-sungguh mau berelasi dengan Allah? Takutnya dengan sikap yang salah, semua yang telah kita lakukan, Tuhan berkata, “Aku benci melihatnya.”
Ibadah bukanlah sebuah ritual, yang harus dipenuhi dengan checklist dalam melakukannya, bukan perfeksionis dengan hal-hal lahiriah yang mampu kita sediakan, tetapi ibadah yang sejati adalah ibadah yang kita lakukan dengan hati yang tulus dan hati yang benar di hadapan Tuhan. Ibadah sejati terjadi ketika ada kesesuaian antara apa yang kita lakukan di gereja dan kehidupan sehari-hari kita. Allah memanggil kita untuk menjalani hidup yang peduli pada keadilan sosial, kasih kepada sesama, dan integritas dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketika kita hidup dalam keadilan, maka kita merefleksikan hati Allah dan membawa terang di tengah masyarakat.
Nas ini mengingatkan kita bahwa Allah menginginkan ibadah yang melampaui kata-kata atau ritual semata. Dia mencari hati yang dipenuhi kasih, keadilan, dan kerinduan untuk menyatakan kebenaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita jadikan hidup kita ibadah yang nyata dengan menghidupi keadilan dan kebenaran, sehingga melalui kita, dunia dapat melihat kasih dan karakter Allah yang sejati. Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk memiliki ibadah dan pujian yang berkenan kepada-Nya. Amin.
Dibuat oleh: Bp. Yoses Setiawan