MENJADI MURID YESUS YANG BERBELARASA

MENJADI MURID YESUS YANG BERBELARASA

Ulangan 15:7-11

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berbelarasa adalah turut merasakan apa yang orang lain sedang rasakan, orang yang berbelarasa dalam dirinya ada empati, belas kasihan dan mau melakukan tindakan nyata.

Dalam Ulangan 15:7-11, Tuhan memerintahkan umat Israel untuk tidak mengeraskan hati atau menutup tangan terhadap sesama yang miskin. Sebaliknya, mereka diperintahkan untuk membuka tangan lebar-lebar dan memberi dengan sukarela. Ayat ini menekankan bahwa kasih sejati harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama terhadap mereka yang membutuhkan. Beberapa poin-poin dalam Kitab Ulangan penting hendak disampaikan di perenungan saat ini:

  1. Jangan keras hati dan menutup tangan (ay. 7). Artinya: Jangan egois, jangan acuh tak acuh. Tuhan menghendaki hati yang peka dan tangan yang terbuka.
  2. Buka tangan lebar-lebar dan beri dengan rela (ay. 8 & 10). Memberi bukan karena kewajiban, tapi mengalir dari hati yang mengasihi Tuhan dan sesama. Memberi dengan ikhlas adalah tindakan iman dan ketaatan.
  3. Orang miskin akan selalu ada (ay. 11). Ini bukan pesimisme, tapi realita. Justru karena itulah, Tuhan memanggil kita untuk terus berbuat baik.

Sebagai murid Yesus, panggilan ini juga berlaku bagi kita. Tuhan Yesus sendiri adalah teladan belas kasihan yang sempurna. Ia tidak hanya mengajar, tetapi juga menolong, menyembuhkan, dan memberi makan orang lapar. Ia tergerak oleh belas kasihan setiap kali melihat orang yang tersisih, miskin, atau menderita (Mat. 9:36). Maka menjadi murid Yesus berarti memiliki hati seperti hati-Nya—hati yang peka dan penuh kasih kepada sesama. Sering kali, kita tergoda untuk menutup mata terhadap kebutuhan orang lain, dengan alasan kita juga sedang dalam kekurangan atau sibuk dengan urusan sendiri. Namun firman Tuhan mengingatkan bahwa orang miskin akan selalu ada di sekitar kita (ay. 11), dan itu justru menjadi kesempatan untuk menunjukkan kasih Kristus yang hidup di dalam kita.

Berbelarasa bukan sekadar rasa iba, melainkan komitmen untuk hadir dan menolong. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil: berbagi makanan, mendengarkan keluhan teman, atau memberi waktu untuk membantu mereka yang Jkesulitan. Tidak selalu soal uang—belas kasihan adalah hati yang terbuka dan tangan yang siap menolong. Menjadi murid Yesus bukan hanya soal belajar firman, tetapi juga mewujudkan firman itu dalam hidup sehari-hari. Ketika kita hidup dengan hati yang murah hati dan tangan yang terbuka, kita sedang menjadi saluran kasih Tuhan di dunia ini.

Mari kita belajar menjadi murid yang berbelarasa—bukan hanya berkata, tetapi juga berbuat. Dunia ini haus akan kasih yang nyata. Jangan tunggu nanti, lakukan hari ini.

Dibuat oleh: Pdt. Andri Wahyudi