
Kisah Para Rasul 20:35; Amsal 11:24-25
Memberi adalah kata yang sederhana, tetapi tidak selalu mudah dijalani. Di satu sisi, kita tahu bahwa memberi adalah hal yang baik dan mulia. Namun dalam praktiknya, ada banyak hal yang membuat seseorang ragu atau menunda untuk memberi—entah karena merasa belum cukup, takut kekurangan, pernah kecewa, atau sekadar tergoda untuk lebih mementingkan diri sendiri. Dan, sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk hidup dalam jalan yang berbeda.
Yesus berkata, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kis. 20:35). Perkataan ini dikutip oleh Rasul Paulus dalam pidatonya kepada para penatua jemaat Efesus. Paulus sedang mengucapkan salam perpisahan dan meninggalkan pesan penting bagi para pemimpin gereja: agar mereka tidak menjalani pelayanan demi keuntungan, melainkan untuk melayani dengan hati yang memberi dan menolong mereka yang lemah. Ia tidak sedang memberi teori, melainkan berbicara dari hidupnya sendiri—hidup yang dipakai untuk melayani dan menolong, bahkan dengan kerja keras sendiri agar tidak menjadi beban bagi orang lain.
Ungkapan Yesus ini tidak ditemukan dalam surat Injil, tetapi diterima sebagai perkataan yang hidup dalam tradisi para murid, dan sejalan sepenuhnya dengan gaya hidup Yesus: yang datang untuk melayani, bukan dilayani; untuk memberi, bukan menuntut. Makna terdalam dari perkataan ini adalah bahwa ada kebahagiaan yang sejati dalam memberi, karena dalam memberi, kita mengambil bagian dalam hati dan karakter Allah yang memberi.
Amsal 11:24-25 mempertegas prinsip ini: “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.”Di mata Tuhan, memberi bukanlah kehilangan. Justru sebaliknya, dalam memberi, Tuhan menjanjikan kelimpahan: bukan hanya secara materi, tetapi juga dalam bentuk sukacita, damai sejahtera, relasi yang diberkati, dan hidup yang bermakna.
Ini bukanlah ajaran “memberi supaya diberkati,” melainkan panggilan untuk percaya bahwa hidup dalam kemurahan hati selaras dengan karakter Allah. Tuhan kita adalah Allah yang murah hati. Ia memberi Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, untuk keselamatan dunia. Maka, memberi menjadi cerminan dari hidup yang telah disentuh oleh kasih dan anugerah Tuhan. Mari kita renungkan: apakah kita memberi dengan sukacita atau dengan berat hati? Apakah kita memberi karena cinta atau karena tuntutan? Apakah kita percaya bahwa dalam memberi, Tuhan menyatakan pemeliharaan dan berkat-Nya?
Sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk menjadi saluran berkat, bukan penampung berkat. Dunia kita membutuhkan lebih banyak orang yang hidup dalam kasih dan kemurahan, bukan hanya bicara soal kasih. Maka, mari mulai dari kita, memberi bukan karena kita berkelimpahan, tetapi karena kita telah menerima kasih yang limpah dari Tuhan. Amin.
Dibuat oleh: Sdri. Paula Ch. Mulyatan