JANGAN MENOLAK INJIL!

JANGAN MENOLAK INJIL!

2 KORINTUS 4:1-5

Injil adalah Kabar Baik tentang karya Kristus bagi keselamatan manusia, namun ironisnya sampai hari ini masih banyak orang tetap ragu untuk menerimanya. Atau kalaupun “menerima”, belum tentu mereka sungguh mengimani dan menghidupinya. Mengapa? Tentu ada banyak alasan yang mendasari orang bersikap demikian. Karena itu dari bacaan kita di 2 Korintus 4:1-5, kita akan belajar dari Paulus bagaimana bersikap yang benar terhadap Injil.

1. Bukan si pemberita, tapi Siapa yang diberitakan.
Dalam 2 Korintus 4:1-5, khususnya ayat 5, Paulus secara tegas menekankan bahwa sikap yang benar terhadap Injil yang diberitakan adalah bukan menonjolkan pribadi si pemberita, melainkan Siapa yang diberitakan, yakni Yesus Kristus, inti dari seluruh berita Injil. Sikap ini penting sebab sering orang tergoda untuk “pamer diri” sehingga Kristus tidak lagi yang utama. Jadi siapapun kita, kiranya menyadari bahwa kita hanyalah hamba yang melayani karena kehendak Allah dan jangan pernah sekalipun mengambil tempat yang seharusnya untuk Kristus Yesus.

Lalu, bagaimana Paulus dapat memiliki sikap yang demikian terhadap Injil? Dalam ayat 1-2 dijelaskan ada 2 hal yang mendasari sikap Paulus tersebut, yakni:
1. Kesadarannya bahwa pelayanan yang diterimanya itu bukan karena kehebatannya, tapi karena kemurahan Allah. Jadi bukan dirinya yang harus ditonjolkan. melainkan Kristus saja.
2. Komitmennya untuk sungguh menghidupi berita Injil mulai dari diri sendiri, sehingga itu menggerakkannya untuk melayani dengan tulus, transparan dan siap dipertimbangkan di hadapan Allah.
Kiranya kesadaran dan komitmen Paulus itu juga kita miliki sebagai anak-anak Tuhan yang melayani dan bersaksi bagi Kristus.

2. Bukan benihnya yang jadi masalah, tapi tanahnya.
Bagaimana jika ada orang yang tetap tidak percaya meski Injil telah diberitakan kepada mereka? Jawaban Paulus dalam ayat 3-4 patut dicermati:
1. Kata “jika” menunjukkan pengandaian, itu bisa diartikan bahwa biasanya pelayanan yang dilakukan Paulus selalu diterima, tetapi …
2. Kata “jika” juga bersifat kondisional artinya, meski Injil telah disampaikan Paulus dengan benar, tulus, jelas, transparan, tapi masih tertutup juga bagi pendengarnya maka yang salah bukan Injilnya dan si pemberita tapi hati dari para pendengarnya.
Hal ini paralel dengan apa yang pernah disampaikan Yesus mengenai perumpamaan tentang penabur (bnd. Markus 4:3-7). Jadi masalahnya bukan pada Injil, tetapi pada diri mereka yang tidak percaya akan Kristus dan karena itu mereka akan binasa.

Pertanyaannya sekarang, apakah kita sendiri telah memiliki sikap yang benar terhadap Injil? Kiranya kita bukanlah orang yang menolak Injil, melainkan orang yang merespons Injil dengan benar, sadar akan panggilan untuk mengimani, menghidupinya dan memberitakan Kristus tanpa lelah. Meski hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan, tetapi hal itu kiranya tidak menghalangi kita untuk terus bersaksi agar semakin banyak jiwa yang mendengar berita Injil dan beroleh keselamatan dalam iman kepada Kristus Yesus. Amin!

Dibuat oleh: Pdt. Em. Widianto Yong

Article by Admin