KASIH SEBAGAI CIRI MURID KRISTUS

KASIH SEBAGAI CIRI MURID KRISTUS

Yohanes 13:31-35

Perikop ini menjadi salah satu kalimat terakhir yang Tuhan Yesus pesankan kepada para murid-Nya sebelum Ia menghadapi jalan salib.  Tuhan Yesus sadar untuk saat seperti itulah Ia diutus oleh Bapa-Nya datang ke dunia karena Bapa-Nya akan dipermuliakan melalui Diri dan karya-Nya (ay. 31-32).  Karena itu, Tuhan Yesus seakan mengucapkan selamat tinggal kepada para murid-Nya sebab mereka tidak akan mungkin mengiringi Dia menuju penderitaan salib (ay. 33).

Tidak berhenti sampai di situ, Tuhan Yesus melanjutkan dengan memberikan sebuah perintah baru kepada para murid-Nya, yaitu “supaya kamu saling mengasihi” (ay. 34).  Mungkin terkesan janggal bagi kita kenapa perintah saling mengasihi disebut sebagai perintah yang baru oleh Tuhan Yesus?  Bukankah perintah ini sudah sangat kental kita baca dari zaman Perjanjian Lama hingga pengajaran Tuhan Yesus sendiri?  Apa yang membuatnya menjadi sebuah perintah yang baru?

Standar dari saling mengasihi inilah yang membuat perintah ini disebut perintah yang baru.  Kita perlu ingat bahwa perintah saling mengasihi yang Allah sampaikan kepada bangsa Israel di Imamat 19:18 berdiri di atas standar “seperti dirimu sendiri.”  Hal serupa juga Tuhan Yesus katakan sebagai kesimpulan isi dari hukum Taurat, yaitu mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, sekaligus mengasihi sesama “seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-38; Mrk. 12:29-31).  Namun kali ini standar kasih yang ditetapkan lebih tinggi, yaitu berdasarkan kasih Allah di dalam Yesus Kristus kepada kita, “sama seperti Aku telah mengasihi kamu.”  Kasih yang seperti apa itu?

Mengasihi seperti Yesus berarti kasih yang tanpa syarat.  Yesus sudah tahu bahwa Yudas akan mengkhianati-Nya (Yoh. 13:2) dan Petrus akan menyangkal Diri-Nya (Yoh. 13:36-38), namun Ia tetap mengasihi mereka tanpa perbedaan.  Tentu kita sebagai murid Kristus harus meneladani kasih ini.  Kita mengasihi pasangan tanpa harus berharap dia melakukan yang romantis terlebih dahulu.  Kita mengasihi anak tanpa harus sebelumnya mereka berprestasi.  Kita mengasihi teman/saudara seiman tanpa harus mereka berbuat baik terlebih dahulu.  Kasih yang tanpa syarat menjadi standar kasih yang baru bagi kita, para murid Kristus.

Mengasihi seperti Yesus juga berarti kasih yang melayani saudara seiman.  Sebelum Yesus menyampaikan perintah baru ini, Ia membasuh kaki para murid-Nya yang mana pada zaman itu tidak pernah ada seorang guru yang melakukan hal tersebut (13:4-5).  Ia melayani mereka yang tak pantas dan tak layak dilayani, bahkan terlebih lagi Ia mengorbankan Diri-Nya bagi tebusan umat-Nya yang tidak layak menerimanya.  Sungguh besar kasih yang ditunjukkan-Nya kepada kita, dan untuk itulah kita dipanggil untuk melakukannya, terlebih kepada saudara seiman kita (Gal. 6:10).

“Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (ay. 35).  Inilah tujuan akhir dari kita melakukan kasih Allah itu.  Apa yang ada di antara orang percaya menyampaikan pesan kepada orang-orang yang belum percaya Kristus, bahwa ada Allah yang hidup yang kasih-Nya mengalir melalui perkataan dan perbuatan kita.  Pertanyaannya sekarang adalah kalau Allah sudah melimpahi kita dengan kasih-Nya, siapkah kita membagikan kasih-Nya kepada sesama?  Kiranya Roh Kudus memampukan setiap kita.  Amin.

Dibuat oleh: Sdri. Paula Ch. Mulyatan

Article by Admin