MENGUTAMAKAN TUHAN DI ATAS SEGALANYA

MENGUTAMAKAN TUHAN DI ATAS SEGALANYA

Hagai 1:1-14

Siapa yang menduga bangsa Israel diizinkan kembali ke Yerusalem, bahkan semua perlengkapan Bait Suci, seperti emas-perak, di perkenankan kembali utuh? Itulah yang menjadi semangat mereka pasca pembuangan dari tawanan di Babel kembali ke tanah perjanjian. Kota Yerusalem bak kota hantu, hangus dan habis dijarah dan menjadi tumpukan reruntuhan. Nehemia dan Ezra mengatur rencana membangun kembali hal pertama dan prioritas, yaitu Bait Suci.  Bagaimanapun juga Bait Suci adalah tempat di mana mereka berjumpa dengan TUHAN. Pengharapan besar terjadi setelah membangun fondasinya, bunyi sorak-sorai, sebuah permulaan baru dengan-Nya.

Sayangnya, luapan energi Nehemia dan Ezra tidak dapat berlanjut di masa Hagai karena munculnya perlawanan dari suku bangsa sekitar karena pengalaman masa lalu kuat kuasa Allah yang disembah Israel dipenuhi mukjizat demi mukjizat. Tentangan ini makin keras bagi proyek pembangunan kembali Bait Suci hingga mereka menganggap belum waktunya membangun Bait Suci, sehingga energinya diarahkan membangun proyek yang lain, seperti pembangunan rumah mereka, bercocok tanam gandum, anggur dan peternakan. Mereka lupa bahwa kepulangan mereka atas izin TUHAN, maka sepatutnyalah mengembalikan pujian hormat kepada-Nya.

Hagai dipanggil di zamannya untuk mengingatkan kembali situasi bangsa Israel dengan bertanya: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah (Bait Suci) ini tetap menjadi reruntuhan?” (ay. 4).  Hagai memaparkan secara sederhana bahwa mereka sepertinya sudah merasa nyaman dengan keadaan mereka, padahal kalau mau dievaluasi, maka kondisi mereka sebenarnya:

  1. Menabur banyak, menuai sedikit.
  2. Makan banyak, kenyang tidak.
  3. Minum banyak, tetap haus.
  4. Berpakaian, tetap merasakan kedinginan.
  5. Kerja menyari upah laksana kantong bocor.

Intinya sudah kerja keras apa hasilnya?  Hasil panen tidak berhasil, penghasilan habis lenyap, apa yang terjadi sesungguhnya?  Ternyata kenyamanan mereka semu dan lupa untuk mendahulukan TUHAN.  Nama baik TUHAN-nya Israel lagi dipertaruhkan, Bait Suci lambang kehadiran Allah kok berupa puing-puing berserakan?

Prinsip mendahulukan TUHAN tetap bergema hingga Tuhan Yesus: “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? … Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:31, 33).

Marilah kita renungkan: Apa saja yang mengalihkan saya dari mendahulukan TUHAN, cobalah bertanya apa maksud dan kehendak TUHAN di dalam waktu dan saatnya?

Dibuat oleh: Pdt. Adma H. Tantra

Article by Admin